“Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani.” (Roma 1:16)
Setiap orang mempunyai cara-cara yang berbeda di dalam melaksanakan pelayanan mereka di ladang Tuhan. Tergantung dengan kemampuan perseorangan, dan terutama, kesadaran pribadi akan tugas-tugas yang sudah diletakkan oleh Tuhan di dalam hati mereka.
Ada yang tampak nyata sekali hasilnya, karena ‘sukses’ seolah-olah selalu mengikuti setiap langkah yang mereka lakukan. Dan semua itu terjadi secara instan! Mereka begitu dikenal, dikagumi, bahkan tidak jarang terlalu disanjung oleh para ‘penggemar’ mereka, sehingga sering kali yang menjadi pusat pelayanan itu yang tampak tidak jelas dan membingungkan. ‘Yang Mengutus’ atau ‘Yang Diutus’, mana yang lebih penting, susah sekali untuk dibedakan!
Sedangkan kebalikannya, ada pelayanan-pelayanan yang hasilnya tampak tidak nyata sama sekali! Orang-orang yang melakukannya sering kali dipandang rendah dan tidak dihargai oleh saudara-saudara seiman mereka sendiri. Memang benar, kesuksesan pelayanan-pelayanan mereka sukar sekali untuk ‘diukur’, karena secara alami tidak ada buktinya.
Di Australia penginjilan kaki lima bukan merupakan suatu hal yang langka. Sampai saat ini masih banyak orang yang mau melakukannya, biasanya di persimpangan-persimpangan jalan kota-kota besar negara itu. Menggunakan cara-cara tersendiri mereka berusaha membagikan iman mereka kepada para pejalan kaki yang sedang berlalu-lalang di sana, atau yang sedang menunggu saat-saat lampu lalu lintas berubah warna menjadi hijau. Waktu yang tidak lama itu selalu mereka pergunakan untuk secepatnya menabur benih-benih firman Tuhan, baik melalui kata-kata maupun melalui lembaran-lembaran traktat yang mereka bagikan kepada orang-orang yang bersedia untuk menerimanya.
Memang di antara penginjil-penginjil kaki lima tersebut ada yang sudah dicap oleh masyarakat sebagai ‘Bible Bashers’, suatu julukan yang diberikan kepada orang-orang yang dituduh suka memaksakan iman kristiani mereka kepada orang-orang lain! Padahal sebenarnya mereka hanya ‘berkhotbah’ saja di ujung-ujung jalan untuk membagikan Injil Tuhan Yesus Kristus, tanpa kecenderungan untuk memaksakannya. Tetapi yang paling sering, mereka hanya menyerukan secara rutin kalimat-kalimat yang sama berdasarkan ayat-ayat Alkitab, yang kadang kala mempunyai kuasa adikodrati untuk menegur dan menembusi hati nurani orang-orang yang tepat pada saat itu sedang memerlukannya.
Terus terang saja, saya sangat kagum akan keulatan mereka. Kendatipun diacuhkan oleh hampir semua orang yang berlalu-lalang di sana, mereka tidak pernah berkecil hati atau merasa malu untuk meneruskannya. Hari demi hari mereka tetap bersedia untuk kembali ke tempat-tempat yang sama, dan melakukan dengan setia tugas-tugas mereka di sana. Saya menyadari kesulitan-kesulitan mereka, karena memang sangat tidak mudah untuk melayani orang-orang tertentu dengan sungguh-sungguh, jika sehari-harian kita tahu, bahwa mereka sudah menolak kita!
Tetapi saya yakin sekali, tanpa disertai kepastian iman, bahwa mereka sudah menerima mandat tersebut secara pribadi dari Tuhan, tentu mereka tidak mempunyai kekuatan untuk melaksanakannya.
Sejujurnya saja saya harus mengakui, bahwa sering kali tanpa sadar saya juga ikut terpengaruh oleh pendapat-pendapat umum mengenai penginjil-penginjil kaki lima tersebut. Karena setelah memperhatikan dengan seksama kenyataan-kenyataan yang ada, ... saya juga merasa ragu-ragu akan kemungkinan-kemungkinan kesuksesan pelayanan mereka! Sering kali saya bertanya-tanya sendiri: Apakah menginjili orang-orang dengan cara seperti itu benar-benar ada gunanya?
Tetapi pandangan yang sangat cupat tersebut langsung berubah ketika saya mendengar sebuah kisah nyata yang saya ketahui sendiri sungguh terjadi! Kisah mengharukan mengenai kesetiaan seorang hamba Tuhan yang tidak pernah menerima penghargaan dari siapa pun juga. Meskipun demikian, ia tidak pernah kendor untuk meneruskan kewajiban berdasarkan keyakinan imannya.
Kisah itu dimulai pada suatu hari Minggu pagi, ketika seorang hamba Tuhan dari Inggris mengisahkan sebuah kesaksian sebagai salah satu ilustrasi untuk menjelaskan tema yang sedang disajikan olehnya. Pada waktu itu ia menjadi seorang tamu pembicara di sebuah gereja di kota Adelaide, Australia.
Ia berkata, bahwa seorang pemuda dari gerejanya bertobat gara-gara bertemu dengan seorang laki-laki kecil berambut putih di persimpangan George Street di kota Sydney, Australia, ketika ia sedang berlibur di sana. Laki-laki itu menghampirinya, dan menawarkan selembar kertas traktat kristiani kepadanya sambil menyapa: “Apakah Anda sudah selamat? Jikalau Anda meninggal malam ini, apakah Anda akan masuk sorga?”
Pertanyaan yang langsung menembus hati nuraninya itu sudah menghantui dirinya sepanjang masa liburannya di negara Kangguru tersebut. Bahkan setelah tiba kembali di negaranya sendiri, ia masih tetap tidak bisa melupakannya! Pertanyaan lelaki kecil berambut putih itu terus mengiang-iang di dalam telinganya. Merasa sikap hidupnya perlu diubahkan, akhirnya pemuda itu bertobat dan menyerahkan hidupnya kepada Tuhan.
Di luar dugaannya, seusai ibadah seorang wanita jemaat gereja di sana datang menemui hamba Tuhan tersebut. Ia berkata, bahwa ia juga mengalami proses pertobatan yang sama seperti pemuda Inggris yang diceriterakan olehnya. Wanita itu mengenali di dalam ilustrasinya laki-laki kecil berambut putih yang membagikan kertas-kertas selebaran setiap jam-jam istirahat makan siang di persimpangan George Street di kota Sydney, karena laki-laki itulah yang juga berhasil memotivasikan pertobatannya!
Tetapi ketika ilustrasi pertobatan itu dibagikan olehnya di negara-negara kepulauan Karibia, di kota Perth, Australia, bahkan di Atlanta, Amerika Serikat, dan ia selalu mendapatkan respon-respon yang sama dari para pendengarnya, hamba Tuhan tersebut menjadi sangat ‘curious’. Ia ingin mengetahui, siapakah lelaki kecil berambut putih yang sudah menyebabkan begitu banyak orang dari berbagai negara di dunia mau bertobat?
Tak terasa waktu berlalu dengan cepat sekali. Hamba Tuhan itu akhirnya mendapat kesempatan untuk pergi mengunjungi kota Sydney dan berkhotbah di sana. Meluangkan waktunya, saat istirahat makan siang, sengaja ia pergi ke persimpangan George Street di tengah-tengah kota untuk menemui laki-laki kecil berambut putih yang sering diceriterakan di dalam ilustrasi-ilustrasi khotbahnya. Namun setelah berkeliaran dan menantikan cukup lama di sana, tetapi tetap tidak bisa bertemu dengannya, hamba Tuhan itu menyerah dan pulang kembali ke hotelnya.
Menjelang sore hari ia bertanya kepada rekannya, seorang hamba Tuhan setempat, dengan menggambarkan secara detil ciri-ciri lelaki yang ingin ditemui olehnya itu. Di luar dugaannya, ia bisa langsung mengenali deskripsi laki-laki tersebut. “Oh, itu pasti Pak Frank Jenner. Tapi yang aku ketahui, ia sudah tidak melakukan pelayanan itu, karena keadaan tubuhnya tidak mengijinkannya lagi! Sekarang Frank sudah tua sekali.” Ujarnya sambil menghela nafas dalam-dalam.
Bersikeras untuk menemuinya sebelum terbang kembali ke Inggris, hamba Tuhan itu mengajak rekannya untuk mencari alamat Frank Jenner. Tidak memakan waktu terlampau lama, akhirnya mereka berhasil mendapatkan alamat yang mereka perlukan tersebut. Tanpa membuang waktu lagi mereka berdua berangkat untuk mengunjunginya.
Mengikuti kisah mengenai kesaksian orang-orang dari berbagai negara yang mau bertobat gara-gara pertanyaan rutin, yang dilakukan olehnya dengan setia, setiap hari selama jam-jam istirahat makan siang di persimpangan George Street di kota Sydney, wajah laki-laki kecil berambut putih yang sekarang sudah berusia amat lanjut itu menunjukkan ekspresi seakan-akan ia kurang bisa mempercayai pendengarannya!
Penuh keharuan, sambil menelan ludahnya Frank Jenner berkata: “Pada waktu aku bertemu dengan Kristus, aku berjanji kepada-Nya, bahwa aku akan menjadi saksi-Nya dengan membagikan kasih Yesus menggunakan cara yang paling sederhana kepada paling sedikit sepuluh orang setiap hari. Selama lebih dari 40 tahun aku tidak pernah mendengar seorang pun yang tinggal di kota ini, boro-boro di luarnya, mau bertobat sebagai hasil dari segala jerih-payahku tersebut, … hingga saat ini.”
Apabila Anda melayani di ladang Tuhan, tetapi merasa tertolak atau tidak dihargai oleh orang-orang di sekitar Anda, janganlah Anda berkecil hati. Percayalah, seperti yang terbukti sudah terjadi pada hidup Frank Jenner, Tuhan juga tidak akan melupakan jerih payah Anda! Karena jika kita melakukannya dengan segenap hati hanya untuk kemuliaan nama-Nya, kendatipun kita diacuhkan atau dilecehkan oleh manusia, karena semua yang kita kerjakan selalu tampak tidak ada gunanya, ketahuilah, bahwa Yesus pernah berkata: “…dan Aku, apabila Aku ditinggikan dari bumi, Aku akan menarik semua orang datang kepada-Ku.” (Yohanes 12:32) Selama motif hati kita benar di hadapan-Nya, cepat atau lambat, benih-benih kasih yang kita taburkan tersebut tidak akan terbuang sia-sia, karena sesuai waktu Tuhan mereka pasti akan tumbuh dan berbuah lebat!
Kita tidak perlu haus akan penghargaan manusia, karena hasil upaya kita yang tersembunyi jauh lebih berharga di mata Tuhan!
Memang tugas kita di dunia bukan untuk mengubah sikap hidup orang-orang lain, tetapi hanya membagikan Firman yang hidup kepada orang-orang yang memerlukannya. Selanjutnya … terserah kepada Tuhan, karena hanya Dia yang mampu mentransformasikan hidup mereka! Amin?
http://www.airhidup.com/article/penabur-benih-kaki-lima