Minggu, 27 Februari 2011

Kesaksian 14 : Dikunjungi Tuhan Yesus di penjara

Dikunjungi YESUS Di Ruang Tahanan 
Posted By : Daud Chandra Kirana 
   
    Suatu kali Presiden Megawati mengadakan kunjungan kerja ke Lampung. Di 
antara para penyambutnya itu terdapat seorang purnawirawan ABRI. Walau wajahnya 
sudah berkerut-kerut tetapi sisa-sisa kegagahan militer masih tampak dari sikap 
tubuhnya. Begitu Megawati melintas di depannya, pria ini bersikap sempurna 
sambil menghormati.
  Langkah Bu Mega terhenti sejenak sambil mengamati wajah pria ini. Dia 
berusaha menggali ingatannya akan kenangan yang sudah lama sekali.
   
  "Lho, Paklik kok ada di sini?" tanya bu Mega setelah berhasil mengingat siapa 
pria ini. "Sekarang Paklik kerja apa?" lanjut Bu Mega. "Oh, sekarang saya 
menjadi hamba Tuhan di wilayah sini," jawab pria ini. "Oh, bagus itu," kata Bu 
Mega.
  
Itulah sepenggal kisah pengalaman R. Moch. Erwin Soetikno, SH. Ketika masih 
berdinas di ketentaraan, ia pernah bertugas sebagai pengawal kepresidenan. Maka 
tak heran jika Erwin sangat dekat dengan anak-anak presiden, termasuk dengan 
Megawati. Erwin masih mengenang masa-masa ketika Megawati dan 
saudara-saudaranya main kuda-kudaan dengannya.
Erwin pura-pura menjadi kuda dan anak-anak presiden bergantian naik di 
punggungnya. Akan tetapi huru-hara politik tahun 1965 telah mengubah jalan 
hidupnya. Tanpa dakwaan yang jelas, Erwin dijebloskan ke tahanan militer. 
Rupanya ini bagian dari rencana Tuhan atas hidupnya. Justru di dalam penjara 
ini, dia melihat penampakan Yesus. 
   
  Bagaimana kisah pertobatannya?
  
Ikutilah kesaksian ketua umum tim "Mawar dari Saron" ini, yang dituturkan 
kepada Purnawan Kristanto.
   
  Mengenal Yesus di tengah Rasa Sepi.
  Aku mulai mengenal Yesus di penjara, tepatnya di Rumah Tahanan Militer Kodam 
08, Brawijaya. Hidup jauh dari anak dan isteri, membuatku merasa kesepian. 
Untuk membunuh rasa itu, aku lalu meminjam buku bacaan pada salah seorang 
kopral di penjara. Karena tak punya bacaan lain, kopral yang bernama Yohanes 
itu meminjamkan Alkitabnya padaku. Dalam waktu 40 hari aku dapat membaca tuntas 
isi Alkitab mulai dari Perjanjian Lama hingga Perjanjian Baru. Dari Alkitab 
yang masih tertulis dalam bahasa Indonesia ejaan lama itu, aku banyak membaca 
ayat-ayat yang "menyakiti" hatiku sebagai umat penganut agama lain.
   
  Namun, justru karena itulah aku jadi makin bersemangat mendalami Alkitab. Aku 
mulai gelisah saat membaca, "Akulah jalan kebenaran dan hidup. Tidak ada 
seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku" (Yoh 14:6).
  
Selama lebih dari setahun, tepatnya sejak tanggal 11 Agustus 1968 hingga 10 
Juni 1969, aku tidak mempunyai kegiatan selain mempelajari Alkitab. Sejak dulu, 
aku memang termasuk pemeluk agama yang fanatik dan senang mempelajari kitab. 
Setelah sekian lama mendalami Alkitab, akhirnya aku mendapat jawaban atas semua 
pertanyaanku selama ini. Seketika itu juga, pandanganku terhadap orang Kristen 
berubah. Aku tidak lagi menganggap mereka kafir, sebaliknya aku malah ingin 
berdoa dengan cara Kristen.
   
  Dikunjungi Yesus di Penjara.
  Sejak itu, setiap kali bangun atau sebelum tidur, sesudah atau sebelum makan 
aku selalu memanjatkan "Doa Bapa Kami" karena hanya itulah doa yang aku tahu. 
Hingga pada suatu siang di tahun 1969, aku mengalami peristiwa besar yang 
membuatku makin percaya pada Yesus. Saat sedang terbaring di pembaringanku di 
penjara tiba-tiba ada sinar terang benderang masuk ke ruanganku. Bersamaan 
dengan sinar itu aku melihat sosok Yesus berdiri dengan tangan yang masih 
nampak bekas lukanya mengarah padaku seakan memberi salam berkat. Penampakan 
itu hanya terjadi dalam waktu sekejap saja. Aku yakin sekali, dia pasti Yesus 
karena wajahnya sama persis dengan gambar yang sering aku lihat ketika SMA dulu.
  
Setelah melihat penampakan itu, aku jadi semakin mantap ikut Yesus. Rasanya, 
Dia mengajariku secara langsung. Aku belajar ayat-ayat yang menurutku sangat 
dahsyat seperti tentang iman sebesar biji sesawi yang bisa memindahkan gunung 
(Mat. 17:20). 
   
  Untuk lebih mendalami imanku, aku melakukan doa dan puasa selama 50 hari 
berturut-turut. Waktu itu aku juga berjanji pada Tuhan, kalau saja aku dapat 
bebas tanpa proses pengadilan, aku akan menjadi Kristen. Dan, mulai tanggal 10 
Juni 1969 aku memenuhi janji itu karena aku dibebaskan dari penjara tanpa 
syarat.
   
  Isteri Minta Cerai.
  Selepas dari penjara, aku langsung pulang ke daerah asalku, Lampung untuk 
berkumpul kembali dengan isteri dan keenam anakku. Suatu hari, ketika kami 
makan, isteriku sangat kaget melihat aku berdoa dengan cara yang berbeda. Saat 
itu aku baru berterus terang kalau aku sudah memeluk Kristen. Begitu mendengar 
berita itu, isteriku langsung marah dan pergi meninggalkanku untuk kembali ke 
rumah orang tuanya. Tak hanya itu, dia bahkan langsung mengajukan gugatan 
cerai. Dia menganggap pernikahan kami telah batal karena aku berpindah agama. 
Ternyata, niat isteriku tidak direstui oleh orang tuanya bahkan jika isteriku 
nekad minta cerai maka mereka akan mengusirnya dari rumah. Adat Lampung 
Seputih, kampung asal isteriku, memang tidak mengenal istilah cerai. Aku dan 
isteriku sempat pisah rumah selama kurang lebih tiga tahun. Ketika akhirnya ia 
kembali ke rumah, kami tetap beribadah dengan cara masing-masing karena aku 
memang tidak mau memaksa dia. Sementara itu, aku makin mantap
 mendalami kekristenan.
   
  Pada tahun 1970, aku belajar di sebuah sekolah Alkitab di Surabaya. Setelah 
selesai, masih pada tahun yang sama aku menjadi pendeta di GPI, Sumatera Utara. 
Meski aku sudah jadi pendeta, isteriku masih tetap menjalankan ibadahnya. Aku 
pun mendapat tantangan yang sangat keras darinya. Dia sering memarahi 
anak-anakku yang waktu itu masih SD karena mereka ikut ke Sekolah Minggu. Tak 
hanya itu, dia juga sering menanyakan kapan aku akan kembali ke agamaku yang 
dulu. Aku berusaha menerangkan kebenaran Firman Tuhan tetapi dia masih 
mengeraskan hatinya. Ketika anak-anak duduk di bangku SMP, isteriku mulai 
sedikit berubah. Ia tidak lagi menganiaya anak-anak bahkan sebaliknya, dia 
sudah mulai berdoa.
   
  Isteri Minta Dibaptis
  Sampai Oktober 1984, isteriku masih tetap menanyakan kapan aku kembali 
beribadah dengan cara seperti dia. Aku langsung menjawab, "Besok, ketika kita 
sarapan pagi!". Mendengar jawaban itu, isteriku malah menantang, "Kenapa tidak 
malam ini saja?" Aku pun menjawab tantangan isteriku. Malam itu juga aku 
meminta dia mengumpulkan saudara-saudara untuk menjadi saksi. Di hadapan 
mereka, aku mengutip salah satu ayat dalam kitab suci agamaku yang dulu. 
Menurut pemahamanku, ayat itu memperbolehkan seseorang memiliki istri lebih 
dari satu. Aku lalu mengajukan syarat itu untuk kembali ke agamaku. "Asal boleh 
punya isteri lebih dari satu, aku mau kembali," Begitu kataku dan Isteriku 
menanggapi pernyataan itu tanpa kata, hanya matanya yang melotot menandakan 
ketidaksetujuannya atas syarat yang aku ajukan. 
   
  Sebulan setelah kejadian itu, isteriku membuat kejutan. Dia menyatakan 
keinginannya untuk dibaptis. Tetapi ia tidak mau pembaptisan itu dilakukan 
olehku dan di Lampung. Dia memilih dibaptis oleh salah satu murid terbaikku di 
Sekolah Alkitab GPI. Waktu itu aku sudah menjadi pendeta wilayah di daerah 
Lampung, Sumatera Selatan, Padang dan Riau. Tanggal 14 November 1984, akhirnya 
isteriku menjadi pengikut Kristus ditandai dengan pembaptisan di kolam di 
Caltex Pasific Indonesia, Rumbai - Pekanbaru Riau.
   
  Menjadi Isteri Yang Saleh
  Sejak itu, dia menjadi seorang Kristen yang sangat taat, bersemangat dan 
hafal hampir semua isi Alkitab bahkan jauh lebih hafal dibandingkan aku. Dia 
menjadi tempatku bertanya jika aku lupa isi suatu ayat. Kami berdua sering 
melakukan doa dan puasa. Meski tidak terlibat pelayanan secara intensif, dia 
kerap bersaksi akan kasih Kristus dalam kehidupannya di mana pun ia berada. 
Hasilnya, banyak penduduk asli Lampung yang percaya pada Kristus, salah satunya 
Pdt. Siti Umayah. 
   
  Ya, isteriku menjadi seorang Kristen yang sangat bersenang hati dan 
mendukungku dalam pelayanan. Hingga akhir hayatnya, dia tetap memegang teguh 
kepercayaannya pada Kristus. Tanggal 11 Desember 1999, isteriku menghadap Tuhan 
dengan tenang, dalam keadaan tidur dan tanpa merasakan sakit. 
   
  Saat ini, aku menjadi ketua tim "Mawar Dari Saron" sebuah lembaga pelayanan 
yang khusus bergerak di bidang pemberian beasiswa untuk sekitar 116 hamba Tuhan 
yang tinggal di pedesaan dan tersebar di Lampung, Bengkulu, Jambi, Sumatera 
Selatan dan Jawa.
   
  Kini, seluruh hidupku kupersembahkan hanya untuk kemuliaan nama-Nya. Amin.
Tuhan memberkati.
   
  From: www.fgbmfi.or.id
   
  -Eulia-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.