Selasa, 28 April 2015

Kemenangan untuk Kristus

Kemenangan Untuk Kristus
Oleh : Peter Purwanegara


Untuk kedua kalinya Maria menghela nafas sambil memandang foto Surya, suaminya yang telah meninggal dunia. Dada Maria masih terasa sesak. Bukan saja karena mengingat Surya yang telah tiada tetapi dia juga teringat perkataan Joshua, putranya tadi siang, sewaktu pulang dari sekolah. Ma, saya butuh uang lima ratus ribu untuk biaya kostum pertandingan 17 Agustus nanti. Maria hanya tidak menyangka bahwa pemberitahuan Joshua begitu tiba-tiba rasanya. Dia mengingat bahwa kalau tidak salah empat bulan yang lalu Joshua meminta uang satu juta untuk membeli sepatu sepak bola.

Maria teringat perkataan almarhum suaminya. Didik Joshua dengan disiplin dan penuhi kebutuhannya selama dia memerlukan. Surya seorang penggemar sepak bola, dan tidak jarang Surya membawa Joshua menonton pertandingan sepak bola. Dari tingkat erte erwe sampai tingkat internasional. Kegemaran Surya yang menonton sepak bola menular kepada Joshua, bahkan membuat Joshua mempunyai hobby bermain sepak bola. Dan yang terlebih jauh lagi, Joshua ingin menjadi pemain sepak bola.

Tujuh tahun yang lalu ketika Joshua masih berumur sepuluh tahun. Dia menyatakan cita-citanya untuk menjadi seorang pemain sepak bola. Cita-cita yang suram, menurut Maria. Dan lagi pula itu cita-cita yang memalukan. Teman-teman sebaya Joshua tidak ada yang mempunyai keinginan menjadi pemain sepak bola. Apalagi teman-teman bisnis Surya, tidak ada anaknya yang ingin menjadi pemain sepak bola.

Saat itu Surya sudah di vonis mengidap kanker hati dan dia harus dirawat di rumah sakit. Satu rumah harus dijual cepat untuk menutup biaya rawat inap Surya di rumah sakit. Ketika Maria mengatakan keinginan Joshua tersebut kepada Surya, jawaban yang didapat bukan seperti yang diharapkan Maria. Surya malah menyetujui cita-cita Joshua. Maria hanya menangis dalam hatinya karena kesal. Dia tidak dapat membantah Surya yang sedang sakit. Joshua masih saja keras kepala untuk ingin menjadi pemain sepakbola. Maria hanya bisa mengeluh kepada Tuhan. Dan entah apa yang harus dia perbuat.

Satu sepeda motor bebek harus dijual untuk menutup biaya kostum dan latihan Joshua dalam mengikuti program dari sebuah klub sepak bola. Setelah berdoa kepada Tuhan meminta petunjukNya dan  mendengar beberapa saran dari anggota sanak keluarganya. Maria pun masih dapat berbesar hati. Siapa tahu cita-cita Joshua tersebut hanya emosi. Dan dia masih berumur sepuluh tahun. Lima tahun lagi mungkin saja cita-citanya akan berganti menjadi seorang dokter atau pilot.

Tetapi apa yang terjadi. Harapan Maria semakin memudar. Karena semakin hari Joshua semakin cinta pada olahraga yang paling populer di dunia itu. Kini Maria yang harus menjadi tulang punggung keluarga dengan mencari nafkah untuk menyambung kehidupan. Dan terlebih lagi apa yang tidak diharapkan oleh Maria terjadi. Surya meninggal dunia.

Kini perhatian Maria hanya kepada Joshua. Selain sekolahnya yang cukup membanggakan. Maria juga mengucap syukur kepada Tuhan bahwa Joshua adalah anak Tuhan yang taat dan setia. Hal ini yang memacu Maria untuk tetap bekerja keras dan memenuhi kebutuhan Joshua.

Dua tahun berlalu, prestasi sepak bola Joshua semakin cemerlang ditambah dengan bakat yang dipunyai, Joshua dipanggil untuk mewakili klub sepak bola pra-remaja di daerahnya. Dan tiga tahun kemudian Joshua dipanggil untuk mengikuti pusat pelatihan sepak bola remaja nasional.

Menjelang tiga bulan Joshua mengikuti pendidikan pelatihan sepakbola remaja nasional, Maria mendapat surat panggilan dari pelatih Joshua, pak Leon.

Ibu tahu, mengapa saya memanggil ibu hari ini? tanya pak Leon. Maria hanya menggeleng menjawab pertanyaan pelatih Joshua tersebut.

Joshua berada dalam satu tim sepak bola yang diharapkan kerjasamanya dengan rekannya yang lain. Dan dia diharapkan tidak menonjolkan diri atau membuat tindakan yang tidak seharusnya dia lakukan dalam timnya. Maria hanya bengong mendengar pidato pak Leon yang tidak diketahui ujung pangkalnya.

Maaf pak, saya tidak mengerti apa maksud bapak. Bisa dijelaskan secara langsung apa yang terjadi dengan Joshua?

Begini bu Maria, Joshua selama dalam pendidikan pusat pelatihan ini, dia selalu berdoa sebelum dan sesudah latihan. Saya tidak ingin Joshua pamer atau memperlihatkan kepercayaanya dihadapan temannya. Hal itu menganggu konsentrasi rekannya dalam satu tim. Tindakannya selalu menjadikan pembicaraan rekan lainnya. Saya ingin ibu memberitahu Joshua untuk tidak melanjutkan perbuatannya tersebut.

Tapi apa itu salah pak? Dia hanya melakukan perbuatan imannya yang diyakini dalam agamanya. Dan saya rasa hal itu tidak akan menganggu yang lain. potong Maria.

Saya hanya memberitahu hal ini sekali saja. Jika Joshua masih melanjutkan perbuatannya. Saya kuatir namanya akan diganti oleh penjaga gawang yang lain. Kata pak Leon denga tenang. Tetapi hal itu bagai suatu ancaman berat bagi Maria. Maria tidak sampai hati memberitahu hal itu kepada Joshua. Dia tahu bahwa Joshua tidak bersalah. Dan kini pak Leon hendak mengeluarkan Joshua hanya karena Joshua berdoa dihadapan teman-temannya.

Panas juga hati Maria. Rasanya tidak terima. Tetapi dia tahu, apa sih yang dia dapat perbuat? Tuhan, apakah ini akhir dari perjuangan Joshua dalam bidang olahraga yang dicintainya? Tak tahu apa yang harus kuperbuat. Joshua adalah anakMu. Dia adalah milikMu. Aku tahu Kau tak kan membiarkan anakMu dipermalukan. Maria menggigit bibirnya yang basah oleh air mata. Dia hanya bisa berserah.

Apakah dia akan memberitahu Joshua untuk melarangnya berdoa didepan umum? Maria tahu Joshua bukan seperti orang Farisi yang ingin memamerkan dirinya kepada teman-temannya sebagai seorang Kristen yang saleh. Itu bukan sifat Joshua. Maria juga tahu bahwa Joshua berdoa untuk mengucap syukur dan memohon penyertaan Tuhan selama dia bertanding serta untuk dapat memuliakan nama Tuhan. Maria teringat bahwa dia sendirilah yang sering mengingatkan Joshua untuk tetap berdoa mengucap syukur kepada Tuhan dimana pun tempatnya. Tidak peduli di restoran atau di tempat pesta. Apakah kini dia akan melarang Joshua untuk berdoa di hadapan teman-temanya? Tidak! Maria memutuskan tidak akan memberitahu tentang teguran pak Leon tersebut kepada Joshua.

Dan anehnya terguran pelatih tim sepakbola nasional remaja tersebut tidak pernah terdengar kembali oleh telinga Maria. Meski dalam hati Maria menyatakan keheranannya tetapi dia percaya bahwa Tuhan ikut campur dalam perkara itu. Entah apa yang terjadi pada diri pak Leon. Joshua masih tetap dipercaya sebagai penjaga gawang utama dari tim sepakbola remaja nasional.

Ma, tim sepakbola kami akan mengikuti kejuaraan sepakbola remaja sedunia. Begitu kabar Joshua kepada Maria, suatu hari melalui telepon. Mama selalu berdoa bagimu, Josh. Kiranya kau dapat meraih yang terbaik sesuai dengan cita-citamu. Maria hanya dapat mengiringi Joshua dengan doa-doanya. Dia bahkan tidak berani melihat siaran langsung di televisi, karena takut ketegangannya memuncak.

Setelah mendengar bahwa pertandingan sepakbola semalam dimenangkan oleh negaranya, Maria membuka lembaran surat kabar pagi itu. Di bagian olahraga terbaca laporan utama, PENJAGA GAWANG TIM SEPAK BOLA NASIONAL REMAJA BERDOA SEBELUM BERTANDING, DAN MENANG. Tampak foto Joshua yang sedang berlutut di dekat tiang gawang. Mata Maria terasa panas. Perasaannya berkecamuk. Dia hanya memejamkan matanya sambil menengadahkan kepalanya memuji syukur pada Tuhan. Ada perasaan bangga yang mengalir dalam hati Maria. Bangga bukan karena Joshua menggagalkan tendangan penalti regu lawannya. Tetapi bangga karena Joshua berani tampil beda dan tidak malu untuk Tuhannya. 

Vancouver 12 Juli 2006

http://www.airhidup.com/article/kemenangan-untuk-kristus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.